Buka-buka kembali folder foto, ada satu folder dengan nama Kawah Ijen. Berisi kumpulan foto-foto saat trip singkat bersama teman-teman ke sana pada akhir bulan Agustus 2014 yang lalu. Dan deskripsi dari foto-foto tersebut belum tertulis di sini. Maka sekarang ijinkan aku bercerita tentang Perjalanan Panjang Menuju Lokasi Kawah Ijen yaa :)
Dengan semangat nge-trip bareng karena sudah lama vakum jalan-jalan selama beberapa bulan setelah wisuda, akhirnya jadi juga nge-trip ke Kawah Ijen bersama teman-teman. Kami sudah sepakat akan menyewa mobil untuk 2 hari seharga Rp 550.000 di rental mobil milik seorang teman. Dan yang akan mengemudi adalah teman kami, Febry, pemilik rental tsb.
Beberapa hari sebelum keberangkatan, Febry memberi kabar pada kami bahwa tidak dapat mengantar kita ke Lokasi Kawah Ijen. Saat itu dia sedang tertimpa musibah, dia harus opname beberapa hari di rumah sakit. Dia hanya bisa memberi kontak temannya yang lain yang juga memiliki rental mobil. Alhasil aku, Inka, Zain dan Sohib kalang kabut mencari sopir pengganti.
Kami yang hanya berkomunikasi via grup chat bbm, sempat akan membatalkan rencana trip ke Kawah Ijen ini. Beruntunglah akhirnya Sohib memberi kabar bahwa teman kami lainnya bernama Rusdi bersedia menjadi pengemudi. Tapi dengan syarat mbak pacarnya Rusdi harus diajak. It's okey lah. Gak masalah buat kami karena masih ada kursi kosong.
Rusdi yang domisili dan bekerja di Probolinggo, mengusulkan untuk menyewa mobil di sana. Agar dia tidak capek di jalan saat menjemput dan mengantar kami kembali ke Malang. Kami setuju saja. Tapi yang jadi masalah adalah harga sewa yang lebih mahal dari harga di teman kami. Maklumlah, kami ini #travellerkere :D yang berusaha seirit-iritnya saat travelling.
Harga sewanya beda dua ratus ribu, Rusdi pun bersedia ikut patungan (sebelumnya kami sepakat untuk free of charge khusus untuk Rusdi). Tapi karena the power of "sungkan" (sungkan=tidak enak) kalau Rusdi ikut patungan, kami minta untuk pakai mobil sewaan dari Malang saja. Padahal kalau sekarang dipikir-pikir yaa sebenernya malah tidak mengenakkan untuk Rusdi karena harus berangkat dari dan pulang ke Probolinggo pakai motor. ("maafkan kami yaa, Rus..")
Setelah urusan mobil dan sopir sudah deal, kami siap berangkat pada Sabtu sore pukul 3. Teman-teman yang lain semua kosong dari jadwal kerja hari itu. Sedangkan aku masih harus bekerja di hari Sabtu. Jadilah mereka menungguku sampai pulang kerja ( "kalian memang teman-teman yang baik ({})")
Jam 2 siang, begitu keluar kantor aku langsung bergegas pulang. Sampai di rumah langsung mandi dan mempersiapkan barang bawaan. Jam 2.30 mas kesayangan datang ke rumah, dia juga akan ikut nge-trip kali ini. Kemudian disusul Inka yang datang ke rumahku. Karena kita sudah janjian dengan Rusdi minta dijemput di rumahku saja pada pukul 3.
Situasi dan kondisi jalan di luar prediksi kami. Jalanan di kota Malang macet sekali saat itu karena akhir bulan Agustus banyak digelar karnaval. Akhirnya Rusdi dan mbak pacarnya sampai di rumahku jam setengah empat sore lebih sedikit. Setelah berpamitan dengan orang tuaku, kami mulai perjalanan pada pukul 3.50.
Baru keluar jalan raya kami sudah disambut jalanan yang cukup padat. Wajar sih sebenarnya. Setiap Sabtu sore pasti akan seperti ini. Dari rumahku di pusat kota Malang sampai menuju Lawang jalanan macet total. Hampir 1,5 jam mobil kami berjalan merayap di tengah kemacetan panjang. Tanpa henti kami terus berkomunikasi dengan Zain yang menunggu di kosnya di daerah Purwosari dan juga Sohib yang menunggu di rumahnya, Probolinggo.
Langit hampir petang saat kami sampai di pertigaan Purwosari tempat kami janjian dengan Zain. Ternyata kami berhenti kejauhan dari tempat yang dimaksud Zain. Setelah menunggu sekitar 10 menit, nampaklah seorang laki-laki dengan tas keril di punggung. Akhirnya kami bertemu. Gak pakai lama, Rusdi langsung menancap gas menuju Probolinggo untuk menjemput Sohib.
Perjalanan dari Purwosari sampai Probolinggo sangat lancar. Tidak ada kemacetan yang menghadang kami. Tapi kami dilanda kepanikan karena bahan bakar. Dari Kota Malang mobilnya sudah dibekali bbm hampir setengah tangki dan kami belum mengisi sama sekali. Apalagi saat itu ada isu bbm berjenis premium sedang langka, sehingga setiap SPBU yang kami lewati memasang papan bertuliskan "Premium HABIS". Kalaupun ada stok premium, antriannya sangat panjang. Fiiuuuh.....
Mendekati Kraksaan, untungnya ada SPBU yang tidak terlalu panjang antriannya. Tapi pembelian premium dibatasi maksimal 50.000 saja. Oh God... Tapi lumayan lah yaa nambah dikit. Dari SPBU, kami menuju sebuah pasar untuk berbelanja camilan. Setelah belanja sebentar, kami langsung menuju alun-alun Kraksaan untuk bertemu Sohib.
Kurang lebih 5 menit kami menunggu, Sohib datang mengendarai motor. Kami dibawa menuju rumahnya. Jam pada saat itu menunjukkan pukul 8.30 malam. Di rumah Sohib banyak burung. Sepertinya dia sukses beternak burung kenari. Sambil ngobrol-ngobrol, kami disuguhi teh dan kopi hangat beserta buah semangka kuning dalam ukuran besar yang dipanen sendiri dari kebun keluarga Sohib. Kami juga disuguhi hidangan makan malam. Setelah makan, kami ngobrol lagi sejenak dan kemudian berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.
Dari rumah Sohib kami berangkat pukul 9.30 malam. Perjalanan kali ini menuju Bondowoso. Di sana kami akan menjemput teman kami yang juga mas bro nya Inka, yaitu Aji. Kami melewati jalanan menanjak dan berkelok yang terkenal dengan nama Arak-Arak. Katanya pemandangan di sini keren banget. Sayangnya saat itu hari sudah malam, jadi kami tidak bisa melihat keindahannya.
Kami berhenti di tengah kota Bondowoso yang saat itu sudah sangat sepi. Maklum yaa, karena waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam. Sambil menunggu Aji datang, Rusdi membeli kopi di warung kecil pinggir jalan. 15 menit berikutnya Aji sudah datang mengendarai sepeda motor. Kemudian kami diajak ke rumahnya dahulu.
Jalanan menuju rumah Aji sangat sepi dan gelap. Kanan kiri jalan masih berupa ladang dan sawah. Jarang sekali ada rumah penduduk yang berdekatan. Kurang lebih setengah jam kami baru sampai rumah Aji. Baru kali ini aku bertamu tengah malam ke rumah orang :D. Gak enak banget karena sampai membangunkan kedua orangtuanya.
Setelah ngobrol sebentar, kami disuruh makan lagi. Hah?? lagi?? Padahal beberapa jam yang lalu baru saja makan di rumah Sohib. Tapi tak apalah yaa, karena memang sudah disiapkan jadi gak enak kalau ditolak :D. Setelah makan, kami bergegas untuk berangkat karena waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Kami ingin mengejar waktu agar bisa melihat bluefire Kawah Ijen yang terkenal itu. Setelah berpamitan kami langsung melanjutkan perjalanan lagi.
Jalan menuju Kawah Ijen lewat Bondowoso ini sangat gelap. Mungkin kanan kiri jalan ini adalah hutan. Jalannya juga kurang baik karena banyak yang berlubang. Sehingga Rusdi harus mengemudikan mobilnya pelan-pelan. Khawatir kalau salah jalan sih, karena hanya ada mobil kami di jalan ini. Tapi lama kelamaan ada juga kendaraan yang menyusul di belakang kami.
Kurang lebih pukul 3 kami sampai di pos pemeriksaan pertama. Di sini kami harus mengisi buku tamu dan juga membayar uang kas istilahnya sebesar Rp 20.000. Kemudian ada lagi pos kedua yang juga meminta kami mengisi buku tamu dan membayar. Kalau sampai di sini coba keluar mobil sebentar dan lihat ke langit. Bintang-bintang bertaburan dan rasanya sangat dekat. Keren banget :)
Setelah dari pos kedua kami melanjutkan perjalanan lagi. Kami melewati seperti rumah dinas para pekerja di kebun kopi. Kami berharap ada yang jual bensin karena bensin kami mulai menipis. Tapi hingga sampai di pos Paltuding tidak ada juga penjual bensin. Yasudahlah..
Karena Aji dan Inka tidak ikut naik, Zain mengajak mereka ke sebuah bangunan mushola yang sudah tidak terpakai untuk beristirahat. Kondisinya sangat kotor, banyak koran-koran bekas yang berserakan. Lantainya sangat dingin seperti es. Bahkan kaki yang sudah tertutupi dengan kaos kaki saja tidak kuat berdiri lama-lama di atasnya. Barang bawaan kami letakkan semua di sana.
Aku, mas kesayangan, Zain, Sohib, Rusdi dan mbak pacarnya langsung mulai mendaki. Di pintu masuk ada penjaga yang menyuruh kami membayar tiket masuk terlebih dahulu. Lupa sih berapa nominalnya. Kalau gak salah Rp 7500/orang dan Rp 10000 untuk 1 mobil. Setelah membayar kami bergegas melanjutkan perjalanan.
Namanya naik gunung, jalannya pasti menanjak. Baru juga jalan sebentar, rasanya langsung engap. Jalan kaki dan menanjak di tengah udara yang sangat dingin, plus debu bertebaran karena langkah kaki, ditambah ngantuk yang mulai melanda karena gak tidur sama sekali, cukuplah buat kepala pening serasa pengen pingsan. Hahaha. Tapi untunglah ada si mas yang tangannya menggenggam erat tanganku, menuntunku untuk terus berjalan dan memberi semangat tiada henti. :D
Baru setengah perjalanan matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Dan ini artinya kami tidak akan mendapati bluefire. Yasudahlah.. Jalan terus menanjak sampai kami tiba di pos timbang. Di sini tempatnya para penambang belerang menimbang hasil kerjanya untuk kemudian ditukarkan dengan rupiah. Banyak yang beristirahat di sini. Sekedar duduk ataupun makan mie.
Setelah istirahat sebentar, kami lanjutkan perjalanan. Dari sini medannya tidak terlalu berat. Banyak jalan datar yang kami lalui. Hampir mendekati kawah, hawa belerang semakin menusuk hidung. Kabut tebal yang ternyata asap belerang itu sempat membuat kami ingin berbalik arah. Beberapa orang juga memilih jalan kembali. Tapi sayang jika kami kembali begitu saja, karena sudah dekat.
Dengan petunjuk yang sudah aku dapat dari internet, dan juga petunjuk dari bapak-bapak penambang belerang yang baik hati memberi tahu kami, kami semua membasahi masker yang kami gunakan dengan air. Tujuannya agar asap belerang tidak masuk menerobos masker kami. Dan ini berhasil! :)
Setelah berjalan kurang lebih 1,5 jam, sampailah kami di bibir Kawah Ijen. Tapi kami dapati kekecewaan untuk kedua kalinya. Setelah tidak mendapat bluefire, kami juga tidak bisa melihat indahnya kawah dengan warna hijau toscanya itu :(. Asap belerang sangat tebal kala itu. Tapi seandainya kami mau menunggu agak lama, mungkin kami bisa berfoto dengan background kawah yang cantik itu.
Karena beberapa hari setelahnya, saat aku posting foto-foto dari Kawah Ijen ini ke grup facebook Komunitas Backpacker Malang Raya, ada yang bilang jika dia ke sana juga pada hari yang sama, hanya saja dia agak siang waktunya daripada kami. Dan dia mendapati kawah yang cantik itu. Oh, jadi kamilah yang kurang beruntung karena terlalu cepat kembali.
Jam setengah 7 pagi kami memutuskan kembali karena asap masih juga tebal. Rusdi juga perlu tidur sebelum nanti melanjutkan perjalanan pulang. Sebelum turun, aku membeli kerajinan dari bahan belerang yang dijual di sekitar bibir kawah. Harganya hanya Rp 10.000. Mungkin tidak sebanding dengan pekerjaannya saat mengambil belerang, memikulnya sampai pos paltuding yang kalau dihitung beratnya sampai 80 kg. Selain itu mereka bisa 2-3 kali dalam sehari mengangkut belerang. Luar biasa sekali pekerjaan bapak-bapak penambang belerang di Kawah Ijen ini.
Jam setengah 8 kami sudah sampai di Musholla tempat Inka dan Aji menunggu. Kami langsung menyalakan kompor, memasak air untuk membuat kopi dan mie instan. Tapi Rusdi memilih untuk langsung mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Setelah selesai mengganjal perut dengan mie instan, satu per satu dari kami juga mencari posisi untuk tidur.
Aku jelas tidak bisa tidur di sini. Apalagi lantainya sangat dingin. Koran saja tidak cukup untuk menghindari dinginnya. Tapi mata harus dipejamkan sejenak karena sudah terasa berat. Zain mengajak kami untuk beristirahat di rumahnya saja di Banyuwangi. Jam setengah 9 kami beres-beres barang bawaan dan membangunkan Rusdi yang paling lelap tidurnya. Kemudian menuju mobil untuk melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi.
Kami masih harap-harap cemas dengan kondisi bahan bakar yang mulai menipis. Beruntunglah jalanannya menurun, sehingga bisa lebih irit. Kami mengawasi kanan kiri jalan yang kami lalui. Siapa tau ada pertamini. hihihi. Tapi belum lama berjalan, Rusdi menghentikan mobil. Kami mencium aroma gosong yang ternyata bersumber dari kampas rem mobil yang kami tumpangi. Karena jalanan menurun sehingga kampas remnya habis. Kami berhenti sejenak agar kampas remnya adem kembali. Zain coba menghubungi keluarganya. Kakaknya akan membantu membawakan bensin dari kota jika kami belum juga mendapat bensin.
Setelah berhenti sejenak, perjalanan dilanjutkan lagi. Tidak lama kami melihat di pinggir jalan ada yang menjual bensin eceran. Beruntung juga ibunya ini punya banyak stok. Jadi kami beli langsung 10 liter. Setelah bensin terisi, Rusdi melanjutkan perjalanan dengan wajah yang sudah tidak tegang. Hahaha.
Sampai di Kota Banyuwangi, kami isi bensin lagi di SPBU. Beruntungnya tidak antri panjang dan kami bisa isi sebanyak-banyaknya. Setelah selesai isi bensin, kami langsung menuju rumah Zain yang ternyata sudah tidak jauh lagi. Kurang lebih pukul 11.00 kami sampai di rumah orang tua Zain.
Baru sampai kami langsung disuruh makan. Hahaha. Tau aja yaa Ibunya Zain kalau kami lapar. Kami disuguhi Nasi Tempong Khas Banyuwangi. Aku pertama kali makan Nasi Tempong ini. Nasi Tempong ini sejenis dengan nasi campur. Karena memang isinya campur-campur. Disebut Nasi Tempong sebenarnya karena sambelnya bernama Sambel Tempong. Rasanya enak. :)
Setelah makan, satu per satu kami bergantian mandi. Tapi untuk Rusdi, dia langsung memilih tidur. Memang suasana yang pas buat tidur. Rumahnya adem walaupun hawa Banyuwangi sebenarnya panas. Tapi lagi-lagi aku yang gak bisa tidur walaupun ngantuk banget. :D
Jam 2 siang, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Malang. Kami berpamitan ke orang tua Zain. Kemudian menuju toko oleh-oleh untuk membeli sedikit buah tangan. Setelah itu perjalanan dilanjutkan lagi melewati jalur pantura. Kami melihat Pulau Bali diseberang. Kami juga melewati Taman Nasional Baluran.
Sebenarnya rencana awal kami mau mampir ke sini juga. Tapi karena waktu kami tidak banyak, kami hanya bisa berhenti di depannya sebentar. Kemudian kami melanjutkan mengantar Aji ke Bondowoso dan Sohib di Probolinggo. Setelah itu perjalanan patas menuju Kota Malang. Zain turun di Purwosari di dekat kosnya. Kemudian Rusdi mengantar aku sampai rumah. Saat itu aku sampai di rumah kurang lebih jam 2 malam. Rusdi juga mengantar si masku dan Inka ke rumah masing-masing.
Panjang yaa ceritanya? hehe. Sekalipun melelahkan, tetapi mengesankan. Karena itu trip pertama setelah sekian lama gak ngetrip bareng. Terima kasih banyak untuk Rusdi yang sudah bersedia kami buat lelah mengendarai mobil dari Malang-Probolinggo-Bondowoso-Kawah Ijen-Banyuwangi-Bondowoso lagi-Probolinggo lagi-dan Malang lagi. Terima kasih teman-teman, telah memberikan satu cerita baru yang bisa kutuangkan dalam tulisanku. Terima kasih Tuhan atas segala kesempatan sehingga aku bisa menjamah dunia-Mu yang sangat luar biasa. :)
Dengan semangat nge-trip bareng karena sudah lama vakum jalan-jalan selama beberapa bulan setelah wisuda, akhirnya jadi juga nge-trip ke Kawah Ijen bersama teman-teman. Kami sudah sepakat akan menyewa mobil untuk 2 hari seharga Rp 550.000 di rental mobil milik seorang teman. Dan yang akan mengemudi adalah teman kami, Febry, pemilik rental tsb.
Beberapa hari sebelum keberangkatan, Febry memberi kabar pada kami bahwa tidak dapat mengantar kita ke Lokasi Kawah Ijen. Saat itu dia sedang tertimpa musibah, dia harus opname beberapa hari di rumah sakit. Dia hanya bisa memberi kontak temannya yang lain yang juga memiliki rental mobil. Alhasil aku, Inka, Zain dan Sohib kalang kabut mencari sopir pengganti.
Kami yang hanya berkomunikasi via grup chat bbm, sempat akan membatalkan rencana trip ke Kawah Ijen ini. Beruntunglah akhirnya Sohib memberi kabar bahwa teman kami lainnya bernama Rusdi bersedia menjadi pengemudi. Tapi dengan syarat mbak pacarnya Rusdi harus diajak. It's okey lah. Gak masalah buat kami karena masih ada kursi kosong.
Rusdi yang domisili dan bekerja di Probolinggo, mengusulkan untuk menyewa mobil di sana. Agar dia tidak capek di jalan saat menjemput dan mengantar kami kembali ke Malang. Kami setuju saja. Tapi yang jadi masalah adalah harga sewa yang lebih mahal dari harga di teman kami. Maklumlah, kami ini #travellerkere :D yang berusaha seirit-iritnya saat travelling.
Harga sewanya beda dua ratus ribu, Rusdi pun bersedia ikut patungan (sebelumnya kami sepakat untuk free of charge khusus untuk Rusdi). Tapi karena the power of "sungkan" (sungkan=tidak enak) kalau Rusdi ikut patungan, kami minta untuk pakai mobil sewaan dari Malang saja. Padahal kalau sekarang dipikir-pikir yaa sebenernya malah tidak mengenakkan untuk Rusdi karena harus berangkat dari dan pulang ke Probolinggo pakai motor. ("maafkan kami yaa, Rus..")
Setelah urusan mobil dan sopir sudah deal, kami siap berangkat pada Sabtu sore pukul 3. Teman-teman yang lain semua kosong dari jadwal kerja hari itu. Sedangkan aku masih harus bekerja di hari Sabtu. Jadilah mereka menungguku sampai pulang kerja ( "kalian memang teman-teman yang baik ({})")
Jam 2 siang, begitu keluar kantor aku langsung bergegas pulang. Sampai di rumah langsung mandi dan mempersiapkan barang bawaan. Jam 2.30 mas kesayangan datang ke rumah, dia juga akan ikut nge-trip kali ini. Kemudian disusul Inka yang datang ke rumahku. Karena kita sudah janjian dengan Rusdi minta dijemput di rumahku saja pada pukul 3.
Situasi dan kondisi jalan di luar prediksi kami. Jalanan di kota Malang macet sekali saat itu karena akhir bulan Agustus banyak digelar karnaval. Akhirnya Rusdi dan mbak pacarnya sampai di rumahku jam setengah empat sore lebih sedikit. Setelah berpamitan dengan orang tuaku, kami mulai perjalanan pada pukul 3.50.
Baru keluar jalan raya kami sudah disambut jalanan yang cukup padat. Wajar sih sebenarnya. Setiap Sabtu sore pasti akan seperti ini. Dari rumahku di pusat kota Malang sampai menuju Lawang jalanan macet total. Hampir 1,5 jam mobil kami berjalan merayap di tengah kemacetan panjang. Tanpa henti kami terus berkomunikasi dengan Zain yang menunggu di kosnya di daerah Purwosari dan juga Sohib yang menunggu di rumahnya, Probolinggo.
Langit hampir petang saat kami sampai di pertigaan Purwosari tempat kami janjian dengan Zain. Ternyata kami berhenti kejauhan dari tempat yang dimaksud Zain. Setelah menunggu sekitar 10 menit, nampaklah seorang laki-laki dengan tas keril di punggung. Akhirnya kami bertemu. Gak pakai lama, Rusdi langsung menancap gas menuju Probolinggo untuk menjemput Sohib.
Perjalanan dari Purwosari sampai Probolinggo sangat lancar. Tidak ada kemacetan yang menghadang kami. Tapi kami dilanda kepanikan karena bahan bakar. Dari Kota Malang mobilnya sudah dibekali bbm hampir setengah tangki dan kami belum mengisi sama sekali. Apalagi saat itu ada isu bbm berjenis premium sedang langka, sehingga setiap SPBU yang kami lewati memasang papan bertuliskan "Premium HABIS". Kalaupun ada stok premium, antriannya sangat panjang. Fiiuuuh.....
Mendekati Kraksaan, untungnya ada SPBU yang tidak terlalu panjang antriannya. Tapi pembelian premium dibatasi maksimal 50.000 saja. Oh God... Tapi lumayan lah yaa nambah dikit. Dari SPBU, kami menuju sebuah pasar untuk berbelanja camilan. Setelah belanja sebentar, kami langsung menuju alun-alun Kraksaan untuk bertemu Sohib.
Kurang lebih 5 menit kami menunggu, Sohib datang mengendarai motor. Kami dibawa menuju rumahnya. Jam pada saat itu menunjukkan pukul 8.30 malam. Di rumah Sohib banyak burung. Sepertinya dia sukses beternak burung kenari. Sambil ngobrol-ngobrol, kami disuguhi teh dan kopi hangat beserta buah semangka kuning dalam ukuran besar yang dipanen sendiri dari kebun keluarga Sohib. Kami juga disuguhi hidangan makan malam. Setelah makan, kami ngobrol lagi sejenak dan kemudian berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.
Dari rumah Sohib kami berangkat pukul 9.30 malam. Perjalanan kali ini menuju Bondowoso. Di sana kami akan menjemput teman kami yang juga mas bro nya Inka, yaitu Aji. Kami melewati jalanan menanjak dan berkelok yang terkenal dengan nama Arak-Arak. Katanya pemandangan di sini keren banget. Sayangnya saat itu hari sudah malam, jadi kami tidak bisa melihat keindahannya.
Kami berhenti di tengah kota Bondowoso yang saat itu sudah sangat sepi. Maklum yaa, karena waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam. Sambil menunggu Aji datang, Rusdi membeli kopi di warung kecil pinggir jalan. 15 menit berikutnya Aji sudah datang mengendarai sepeda motor. Kemudian kami diajak ke rumahnya dahulu.
Jalanan menuju rumah Aji sangat sepi dan gelap. Kanan kiri jalan masih berupa ladang dan sawah. Jarang sekali ada rumah penduduk yang berdekatan. Kurang lebih setengah jam kami baru sampai rumah Aji. Baru kali ini aku bertamu tengah malam ke rumah orang :D. Gak enak banget karena sampai membangunkan kedua orangtuanya.
Setelah ngobrol sebentar, kami disuruh makan lagi. Hah?? lagi?? Padahal beberapa jam yang lalu baru saja makan di rumah Sohib. Tapi tak apalah yaa, karena memang sudah disiapkan jadi gak enak kalau ditolak :D. Setelah makan, kami bergegas untuk berangkat karena waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Kami ingin mengejar waktu agar bisa melihat bluefire Kawah Ijen yang terkenal itu. Setelah berpamitan kami langsung melanjutkan perjalanan lagi.
Jalan menuju Kawah Ijen lewat Bondowoso ini sangat gelap. Mungkin kanan kiri jalan ini adalah hutan. Jalannya juga kurang baik karena banyak yang berlubang. Sehingga Rusdi harus mengemudikan mobilnya pelan-pelan. Khawatir kalau salah jalan sih, karena hanya ada mobil kami di jalan ini. Tapi lama kelamaan ada juga kendaraan yang menyusul di belakang kami.
Kurang lebih pukul 3 kami sampai di pos pemeriksaan pertama. Di sini kami harus mengisi buku tamu dan juga membayar uang kas istilahnya sebesar Rp 20.000. Kemudian ada lagi pos kedua yang juga meminta kami mengisi buku tamu dan membayar. Kalau sampai di sini coba keluar mobil sebentar dan lihat ke langit. Bintang-bintang bertaburan dan rasanya sangat dekat. Keren banget :)
Setelah dari pos kedua kami melanjutkan perjalanan lagi. Kami melewati seperti rumah dinas para pekerja di kebun kopi. Kami berharap ada yang jual bensin karena bensin kami mulai menipis. Tapi hingga sampai di pos Paltuding tidak ada juga penjual bensin. Yasudahlah..
Pos Paltuding
Sampai di pos Paltuding pukul 3.30, pos terakhir sebelum pintu masuk menuju Kawah Ijen, sudah banyak mobil dan motor yang diparkir. Di sini ada juga beberapa penginapan jika mau menginap. Warung-warung juga berjajaran. Tapi kami ingin langsung naik saja, takut tidak keburu untuk mendapati bluefire.Karena Aji dan Inka tidak ikut naik, Zain mengajak mereka ke sebuah bangunan mushola yang sudah tidak terpakai untuk beristirahat. Kondisinya sangat kotor, banyak koran-koran bekas yang berserakan. Lantainya sangat dingin seperti es. Bahkan kaki yang sudah tertutupi dengan kaos kaki saja tidak kuat berdiri lama-lama di atasnya. Barang bawaan kami letakkan semua di sana.
Aku, mas kesayangan, Zain, Sohib, Rusdi dan mbak pacarnya langsung mulai mendaki. Di pintu masuk ada penjaga yang menyuruh kami membayar tiket masuk terlebih dahulu. Lupa sih berapa nominalnya. Kalau gak salah Rp 7500/orang dan Rp 10000 untuk 1 mobil. Setelah membayar kami bergegas melanjutkan perjalanan.
Namanya naik gunung, jalannya pasti menanjak. Baru juga jalan sebentar, rasanya langsung engap. Jalan kaki dan menanjak di tengah udara yang sangat dingin, plus debu bertebaran karena langkah kaki, ditambah ngantuk yang mulai melanda karena gak tidur sama sekali, cukuplah buat kepala pening serasa pengen pingsan. Hahaha. Tapi untunglah ada si mas yang tangannya menggenggam erat tanganku, menuntunku untuk terus berjalan dan memberi semangat tiada henti. :D
Baru setengah perjalanan matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Dan ini artinya kami tidak akan mendapati bluefire. Yasudahlah.. Jalan terus menanjak sampai kami tiba di pos timbang. Di sini tempatnya para penambang belerang menimbang hasil kerjanya untuk kemudian ditukarkan dengan rupiah. Banyak yang beristirahat di sini. Sekedar duduk ataupun makan mie.
Setelah istirahat sebentar, kami lanjutkan perjalanan. Dari sini medannya tidak terlalu berat. Banyak jalan datar yang kami lalui. Hampir mendekati kawah, hawa belerang semakin menusuk hidung. Kabut tebal yang ternyata asap belerang itu sempat membuat kami ingin berbalik arah. Beberapa orang juga memilih jalan kembali. Tapi sayang jika kami kembali begitu saja, karena sudah dekat.
Dengan petunjuk yang sudah aku dapat dari internet, dan juga petunjuk dari bapak-bapak penambang belerang yang baik hati memberi tahu kami, kami semua membasahi masker yang kami gunakan dengan air. Tujuannya agar asap belerang tidak masuk menerobos masker kami. Dan ini berhasil! :)
Setelah berjalan kurang lebih 1,5 jam, sampailah kami di bibir Kawah Ijen. Tapi kami dapati kekecewaan untuk kedua kalinya. Setelah tidak mendapat bluefire, kami juga tidak bisa melihat indahnya kawah dengan warna hijau toscanya itu :(. Asap belerang sangat tebal kala itu. Tapi seandainya kami mau menunggu agak lama, mungkin kami bisa berfoto dengan background kawah yang cantik itu.
Karena beberapa hari setelahnya, saat aku posting foto-foto dari Kawah Ijen ini ke grup facebook Komunitas Backpacker Malang Raya, ada yang bilang jika dia ke sana juga pada hari yang sama, hanya saja dia agak siang waktunya daripada kami. Dan dia mendapati kawah yang cantik itu. Oh, jadi kamilah yang kurang beruntung karena terlalu cepat kembali.
Jam setengah 8 kami sudah sampai di Musholla tempat Inka dan Aji menunggu. Kami langsung menyalakan kompor, memasak air untuk membuat kopi dan mie instan. Tapi Rusdi memilih untuk langsung mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Setelah selesai mengganjal perut dengan mie instan, satu per satu dari kami juga mencari posisi untuk tidur.
Aku jelas tidak bisa tidur di sini. Apalagi lantainya sangat dingin. Koran saja tidak cukup untuk menghindari dinginnya. Tapi mata harus dipejamkan sejenak karena sudah terasa berat. Zain mengajak kami untuk beristirahat di rumahnya saja di Banyuwangi. Jam setengah 9 kami beres-beres barang bawaan dan membangunkan Rusdi yang paling lelap tidurnya. Kemudian menuju mobil untuk melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi.
Kami masih harap-harap cemas dengan kondisi bahan bakar yang mulai menipis. Beruntunglah jalanannya menurun, sehingga bisa lebih irit. Kami mengawasi kanan kiri jalan yang kami lalui. Siapa tau ada pertamini. hihihi. Tapi belum lama berjalan, Rusdi menghentikan mobil. Kami mencium aroma gosong yang ternyata bersumber dari kampas rem mobil yang kami tumpangi. Karena jalanan menurun sehingga kampas remnya habis. Kami berhenti sejenak agar kampas remnya adem kembali. Zain coba menghubungi keluarganya. Kakaknya akan membantu membawakan bensin dari kota jika kami belum juga mendapat bensin.
Setelah berhenti sejenak, perjalanan dilanjutkan lagi. Tidak lama kami melihat di pinggir jalan ada yang menjual bensin eceran. Beruntung juga ibunya ini punya banyak stok. Jadi kami beli langsung 10 liter. Setelah bensin terisi, Rusdi melanjutkan perjalanan dengan wajah yang sudah tidak tegang. Hahaha.
Sampai di Kota Banyuwangi, kami isi bensin lagi di SPBU. Beruntungnya tidak antri panjang dan kami bisa isi sebanyak-banyaknya. Setelah selesai isi bensin, kami langsung menuju rumah Zain yang ternyata sudah tidak jauh lagi. Kurang lebih pukul 11.00 kami sampai di rumah orang tua Zain.
Baru sampai kami langsung disuruh makan. Hahaha. Tau aja yaa Ibunya Zain kalau kami lapar. Kami disuguhi Nasi Tempong Khas Banyuwangi. Aku pertama kali makan Nasi Tempong ini. Nasi Tempong ini sejenis dengan nasi campur. Karena memang isinya campur-campur. Disebut Nasi Tempong sebenarnya karena sambelnya bernama Sambel Tempong. Rasanya enak. :)
Setelah makan, satu per satu kami bergantian mandi. Tapi untuk Rusdi, dia langsung memilih tidur. Memang suasana yang pas buat tidur. Rumahnya adem walaupun hawa Banyuwangi sebenarnya panas. Tapi lagi-lagi aku yang gak bisa tidur walaupun ngantuk banget. :D
Jam 2 siang, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Malang. Kami berpamitan ke orang tua Zain. Kemudian menuju toko oleh-oleh untuk membeli sedikit buah tangan. Setelah itu perjalanan dilanjutkan lagi melewati jalur pantura. Kami melihat Pulau Bali diseberang. Kami juga melewati Taman Nasional Baluran.
Sebenarnya rencana awal kami mau mampir ke sini juga. Tapi karena waktu kami tidak banyak, kami hanya bisa berhenti di depannya sebentar. Kemudian kami melanjutkan mengantar Aji ke Bondowoso dan Sohib di Probolinggo. Setelah itu perjalanan patas menuju Kota Malang. Zain turun di Purwosari di dekat kosnya. Kemudian Rusdi mengantar aku sampai rumah. Saat itu aku sampai di rumah kurang lebih jam 2 malam. Rusdi juga mengantar si masku dan Inka ke rumah masing-masing.
Panjang yaa ceritanya? hehe. Sekalipun melelahkan, tetapi mengesankan. Karena itu trip pertama setelah sekian lama gak ngetrip bareng. Terima kasih banyak untuk Rusdi yang sudah bersedia kami buat lelah mengendarai mobil dari Malang-Probolinggo-Bondowoso-Kawah Ijen-Banyuwangi-Bondowoso lagi-Probolinggo lagi-dan Malang lagi. Terima kasih teman-teman, telah memberikan satu cerita baru yang bisa kutuangkan dalam tulisanku. Terima kasih Tuhan atas segala kesempatan sehingga aku bisa menjamah dunia-Mu yang sangat luar biasa. :)